Thursday, October 18, 2007
However tough the challenge will be, the champion never quit. Eventhough the environment completely take away any motivation for anyone to work hard, which in turn makes everyone bitter and depressed, the champion never step backward. Take the risk! conquer your laziness! Be patient from the hardship! Never surrender! n be the Champion!
If you were the champion, the success is in your hand. Time is not a matter, neither money nor friend can influence. Go straight forward and face your destiny.... January is the decisive point of our battle.
Baca lengkap......
Tuesday, September 11, 2007
Air Mata Guru adalah kelompok yang melambangkan betapa seharusnya guru bersedih dengan kecurangan sistematis pada pelaksanaan ujian nasional yang, notabene, pelakunya adalah pendidik. Kelompok guru yang lahir di Medan ini "menangisi" kecurangan legal yang dilakukan rekan sejawatnya. Sebuah sikap yang menunjukkan kredibilitasnya sebagai guru yang pantas diteladani. Sesuatu yang luar biasa di sini adalah sikap peduli guru-guru tersebut terhadap masa depan dan kemajuan anak didiknya, tanpa peduli dengan kelangsungan hidup mereka dan bahkan mempertaruhkan karir mereka sebagai guru. Karena yang terjadi selama ini biasanya air mata guru terbuang percuma untuk memperjuangkan nasib mereka sendiri. Kecilnya gaji guru selalu menjadi alasan tercucurnya air mata guru. Rencana anggaran 20% untuk pendidikan sebagian besarnya dikeluarkan untuk mendongkrak kesejahteraan guru. Tapi pada kenyataannya guru tak kunjung sejahtera, kalau pun dapat bantuan ternyata tidak merata dan selalu ada saja yang ingin ikut mencicipi "kue" untuk kesejahteraan guru tsb.
Menangisi nasib bukanlah pekerjaan utama guru. Tugas utama guru adalah memproduksi generasi unggul yang obyeknya adalah siswa. Seyogyanyalah guru menangis melihat hasil produksinya yang amburadul. Setelah capek-capek kok hasilnya ngak maksimal? Dibanding negara lain keberhasilan guru kita belom ada apa-apanya. Bisa dilihat dari peringkat literacy negara-negara di seluruh dunia. Indonesia menduduki peringkat bawah mungkin bahkan tak diperhitungkan. Majalah The Times memuat ranking 200 universitas terbaik di dunia, dan tak satu pun universitas Indonesia yang masuk dalam top 200 tsb. Negara-negara tetangga menjadi tujuan belajar negara-negara lain sementara Indonesia, tak banyak yang berminat belajar di sini.
Apa yang salah dengan pendidikan di Indonesia? Alasan klasik selalu kembali pada kesejahteraan guru, APBN yang kecil untuk pendidikan dan kebijakan pendidikan nasional.Berbagai usaha telah dilakukan. Pemerintah telah berusaha menaikkan anggaran pendidikan dan sebagian besar diperuntukkan demi kesejahteraan guru. Maka guru seharusnya bisa bernafas lebih panjang dengan adanya bantuan Rp. 600.000 /semester yang, sayangnya, kemudian terkena cuilan banyak tangan sehingga tak heran kalau ada guru yang akhirnya hanya mendapat setengahnya. Bahkan di beberapa daerah "mata air" itu sudah kering dan kembali hanya mengucurkan air mata. Pemerintah juga sudah memaksakan diri untuk menggaji guru di atas 2 juta walaupun baru iming-iming tapi program ini mulai direalisasikan dengan diadakannya sertifikasi guru yang dibatasi sehingga tidak semua guru mendapat sertifikat. Demi berjalannya program itu maka sebagian guru harus ikhlas dan bersabar untuk batas yang tak bisa diprediksi.
Untuk memperbaiki mutu pendidikan, Indonesia juga sudah membuat kurikulum baru dan kebijakan-kebijakan baru. Dengan kTSP diharapkan ada perbaikan mutu pendidikan. Kurikulum ini memberikan kebebasan pada sekolah masing-masing untuk mengembangkan kurikulum sendiri yang sesuai dengan keadaan murid dan tempat belajar. Dengan kata lain satuan pendidikan hanya mengembangkan kurikulum yang sudah ditentukan bukan bebas membuat kurikulum sendiri, karena ini nanti ada kaitannya dengan ujian nasional.
Maka guru sekarang bukan hanya asal jadi guru, tapi memang guru yang professional yang sudah mempersiapkan perangkat pembelajarannya, kalau memang ngak ngopi dari orang lain, untuk mengajar 6 bulan bahkan setahun ke depan. Tidak usah khawatir perangkat pembelajarannya ketinggalan jaman atau ngak updated, karena setiap hendak mengajar guru bisa merevisi kembali perangkat pembelajarannya. Karena pendidikan itu dinamis maka tak jarang perencanaan yang sudah dipersiapkan jauh-jauh bulan tidak sesuai lagi dengan keadaan yang sekarang sehingga terpaksa guru harus merevisi kembali sebagian perencanaan, kalau tak semuanya. Tidak efisien memang, tapi itulah kewajiban guru sekarang. Selain mengajar, mengoreksi hasil kerja siswa, mengajar privat di luar, nyambi di sekolah lain, menagih uang SPP, menasehati siswa yang bermasalah, menerima teguran kepala sekolah, menghadapi orang tua siswa yang protes karena anaknya ngak jadi pintar, juga ditambah dengan kegiatan baru, mencari contekan perangkat pembelajaran plus merevisinya ketika hendak mengajar.
Semua jerih payah guru nantinya akan dibayar dengan gaji pas-pasan, sedikit janji dari pak menteri, bantuan dana yang "dicuilin" banyak tangan tiap semester, pandangan rendah teman lama yang sudah jadi direktur di sebuah perusahaan, pandangan benci dari siswanya karena banyak ngatur, hadiah yang dikasih orang tua siswa tiap ngambil raport, dan beberapa potong nyanyian tiap hari guru plus karangan bunganya. Baca lengkap......
Tuesday, August 21, 2007
Stupidity right on Independence Day
It was the stupidity that done by the educated member of the honorable country, Indonesia. It was the new shape of colonialism on the day of Indonesian anniversary when they were celebrating the liberty itself. They paraded in weird dress like an illiterate people, wearing a helmet of plastic ball or a plastic bailer, while some of their parents watched them with worrisome. They will do everything that ordered by their senior such as dancing or singing like a crazy, otherwise they’ll be sealed as intruder and indisciplined. This a picture of the modern colonialism that happened in the independent country.
Early morning of August 17, 2007 i woke up and prepared my self to go to my school, where i have been teaching for 2 years, in order to perform flag ceremony with my students. After warming up my old Tiger I rushed towards my school passing an eminent university in my place. I was blocked by a parade of college students who wore odd dress and held a stick of wasted wood. In the name of ‘orientation’ they rage the new students and fool them. What made me sad was such useless activity of old tradition still alive in this modern era and it was happened in a famous educational institution where we produce the future leaders of this poor but blessed nation.
They wore some unknown attributes made of rubbish and unrelated instrument. But some of them were undressed in the open air and chill morning. The area was crowded with students from different faculties and the parents who worried with the activity that may endanger their child as it had occurred in different places of the country. We can recall some news on the paper about those unexpected event. Not only dangerous to the health but it already taken some lives. I believe the controversial events of IPDN cases still remained fresh in our mind. Can we eradicate this useless old tradition with another alternative or useful activities?