Wednesday, December 17, 2008

Pukulan tidak identik dengan kekerasan

Video kekerasan seorang guru SMK 3 Gorontalo yang menampari muridnya beredar luas dan membuat heboh dunia pendidikan. Tindakan Awaluddin Korompot, guru Matematika tersebut mendapat kecaman dari berbagai pihak terutama masyarakat yang anaknya masih berstatus siswa di berbagai sekolah menengah.

Sebetulnya kejadian serupa sudah sering terjadi hanya saja tidak terekam dalam video seperti kasus Pak Awaluddin tadi. Berikut ini ada beberapa kutipan dari media massa menyangkut pemukulan terhadap peserta didik.

Rahman, siswa kelas 2, juga mengaku dipukuli oleh guru lainnya bernama Bahar. Gara-garanya, Rahman tidak menghapal salah satu bacaan salat.

Nur Haerah mengaku dirinya pernah dilempar buku, dipukuli bahkan ditendang oleh Kadir, salah seorang guru mata pelajaran Fiqih. Peristiwa itu dialami Nur hanya gara-gara diduga menghina guru tersebut dengan sebutan Doyok.

Perlakuan serupa juga sering dilakukan guru lainnya. "Pak Dedi juga sering memukul kami kalau menyuruh salat. Harusnya kan tidak memukul," ujar siswa yang enggan disebutkan namanya.

Gara-gara dianggap tidak bisa mengerjakan pekerjaan rumah, siswi SMP 282, Sri Pratiwi, digampar guru Bahasa Inggris.

Kutipan-kutipan dari kejadian nyata di atas menggambarkan bahwa memukul bertolak belakang dengan mendidik. Pukulan adalah tindak kekerasan yang harus dienyahkan dari dunia pendidikan, setidaknya itulah pandangan sebagian besar orang tua siswa peserta didik sementara ini. Yang menjadi pertanyaan adalah "apakah benar pukulan sama dengan kekerasan dan tidak boleh terjadi dalam proses pendidikan?".

Nampaknya cara pandang orang terhadap "pukulan" mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Orang dahulu berbeda dengan orang sekarang dalam memandang praktek pemukulan terhadap siswa didik. Anda mungkin pernah membaca buku klasik atau mendengar cerita lama tentang orang tua yang hendak menitipkan anaknya di sebuah surau kepada seorang tokoh agama untuk dididik dan diajar membaca Quran dan pelajaran agama. Calon anak didik diserahkan oleh orang tua kepada orang yang dipercayainya untuk mendidik anaknya tersebut berikut dengan rotan. Dalam ijab qabulnya orang tua anak kira-kira akan mengatakan, "Buya, anak saya tolong dididik. Ini rotannya, kalau dia nakal dipukul saja".

Cerita ini menunjukkan bahwa zaman dahulu, orang beranggapan bahwa pukulan adalah bagian yang tak terpisahkan dari pendidikan. Hal ini nampaknya sejalan dengan cara pandang Islam terhadap pemukulan dalam pendidikan. Sebuah hadits Nabi mengatakan, "Suruhlah anak-anak kamu shalat jika mereka berumur tujuh tahun. Dan pukullah mereka jika telah berumur sepuluh tahun (dan masih tidak melakukannya)".

Dalam pendidikan dikenal istilah penghargaan dan sanksi. Penghargaan diberikan pada anak didik yang berprestasi sedangkan sanksi diberikan pada anak yang melanggar dan berbuat kejahatan. Penghargaan gunanya untuk memotivasi anak didik agar mereka tetap melakukan kebaikan dan bergairah untuk berprestasi. Sebaliknya, sanksi diberikan kepada anak yang melakukan kejahatan dan melanggar disiplin dengan tujuan untuk memberikan efek jera agar tidak mengulangi kembali kejahatan yang sama. Sanksi bisa berupa hukuman fisik maupun non-fisik yang tentu saja tidak disukai oleh orang yang dikenakan sanksi. Di antara sanksi fisik adalah pelimpahan pekerjaan tertentu dan "pukulan mendidik". Pemukulan sudah mewarnai pendidikan sejak dari dahulu kala dan terbukti berhasil mencetak manusia-manusia unggul.

Pukulan sebagi sanksi sah sah saja diberlakukan asal sesuai dengan keadaan, waktu dan kesalahan yang dilakukan. Pukulan yang mendidik harus memenuhi syarat-syarat tertentu antara lain, dilakukan tidak dalam kondisi eksekutor sedang dikuasai amarah, tidak memakai benda-benda yang bisa menciderai, tidak di tempat-tempat yang membahayakan peserta didik seperti di bagian kepala, dada, alat vital,punggung, perut dan bagian tubuh yang sensitive terhadap pukulan, seperti kepala, wajah dan telinga. Biasanya pukulan diperbolehkan di telapak tangan, telapak kaki, betis dan pantat, dan kekuatan pukulan harus terukur yang tujuannya hanya untuk membuat jera bukan melukai apalagi membuat cacat.

Memukul dianjurkan agar ada perubahan ada diri peserta didik, perubahan yang secara lambat laun akan berubah dengan keikhlasan, ketulusan dalam berbuat. Meskipun pada awalnya mereka agak terpaksa dan meninggalkan sesuatu hanya karena takut dipukul, namun lambat laun akan berganti dengan sikap yang tulus dan ikhlas dalam menjalankan perintah dan meninggalkan larangan.

Selain itu pukulan mendidik anak untuk tidak manja, tahan deraan dan melatih kekuatan fisik. Orang Yunani kuno menetapkan pembentukan jiwa patriotik dan kekuatan fisik sebagai tujuan utama pendidikan, begitu juga Romawi kuno. Maka tak heran kalau mereka dididik dengan pukulan.
Baca lengkap......

Tuesday, December 02, 2008

Membuat favicon di blog baru

Setelah 2 hari berkutat di depan komputer akhirnya berhasil juga bikin favicon di template blogger.com yang baru. Masalahnya petunjuk-petunjuk yang ada rata-rata menjelaskan cara membuat favicon di template classic. Ada juga yang memberi cara bikin favicon di template baru tapi ternyata gak jalan. Ternyata caranya mudah kok...

Bagi anda yang belum tahu apa itu favicon mungkin masih bertanya-tanya, "binatang ape pula ler tu?" :)
Favicon adalah singkatan dari favorite icon. Icon yang dimaksud adalah icon yang muncul di menu tab browser dan di address bar. Seperti di blog ini apabila anda lihat di address barnya di ujung sebelah kiri ada ikon (gambar) toga. Kalo di blog yang standar ikonnya adalah huruf B dengan latar belakang oranye. Anda bisa mengubah ikon standar itu dengan logo anda sendiri ataupun foto anda.

Caranya Mudah...
1. Masuklah ke salah satu situs favicon generator. seperti di Favicon maker- Create a favicon from any image

2. Masukkan foto anda dan buatlah ikon di situs tadi.
3. Online kan ikon anda tadi dengan cara menyimpannya di geocities (kalau anda punya account geocities), atau di photobucket (bila punya account photobucket) atau bisa juga di upload di google.
4. Buka layout blog anda dan pilih "edit html".
5. Copy kode berikut (jangan lupa ganti kata "alamat_ikon_anda" dengan alamat ikon anda yang anda simpan tadi)>--->
<link href='alamat_ikon_anda' rel='Shortcut Icon'> 

6. Paste kode tadi di dalam
<Head>
, atau tepatnya di bawah kode berikut:
<Head>
<b:include data="blog" name="all-head-content>

dan tepat di atas kode:
<title> <data:blog.pagetitle/> </title>


7. Klik "save template"

Baca lengkap......

Wednesday, November 26, 2008

Darul Ilmi Murni, sekolah digital di kota Metro-Digital

Darul Ilmi Murni, sekolah yang didirikan oleh Haji Masri 3 tahun yang lalu ini akan menjadi salah satu sekolah digital selain SMK Telkom Sandhy Putra di Sumatera Utara. Sekolah ini akan difasilitasi dengan ICT yang memadai, salah satunya dengan diinstalnya "titik panas" oleh pihak Telkom sebagai percontohan sekolah digital.

Hal ini disampaikan oleh pejabat PT Telkom, Overlies di Taman Ahmad Yani dalam acara pembukaan Taman Digital Ahmad Yani, Medan pada hari Rabu tanggal 26 Nopember. Acara ini dihadiri oleh Walikota Medan, Dirut PT Telkom, Reynaldi Firmansyah, serta seluruh camat dan lurah sekota Medan. Dalam sambutannya, Walikota Medan menyampaikan bahwa PT Telkom bekerjasama dengan Pemkot Medan untuk menciptakan Medan Metro-Digital telah menjadikan beberapa lokasi di kota Medan sebagai Hotspot dimana warga bisa mengakses internet secara cuma-cuma. Daerah-daerah tersebut adalah Taman Ahmad Yani, Taman Sari Deli, Jalan DR Manshur sepanjang 2 km dan Perpustakaan Daerah. Tujuannya tak lain adalah menciptakan Medan yang cerdas dan melek ITC. Selain itu Overlies juga menyampaikan bahwa Telkom bekerjasama dengan sekolah Darul Ilmi Murni untuk menciptakan sekolah digital.

Dalam acara yang terpisah, ketua Yayasan Darul Ilmi Murni, H. Dedi Masri, LC menyampaikan bahwa DIM akan difasilitasi dengan komputer dan infocus di tiap kelasnya disamping layanan hotspot, sehingga siswa bisa belajar dengan lebih baik.
Baca lengkap......

Saturday, November 15, 2008

Idola cilik, tayangan mendidik?


Nonton acara Idola cilik di RCTI ternyata asik juga. Bukan hanya olah vokal anak-anak itu yang menarik, tapi acara yang dipandu oleh Ocky Lukman, Ira maya Sopha, Winda dan Duta cukup pandai melibatkan emosi pesertanya dan tak ketinggalan juga emosi penonton.
Walaupun acara ini menuai banyak protes dari orang tua karena juga menampilkan lagu-lagu dewasa yang tidak pantas disenandungkan oleh anak-anak seumur meraka, belum lagi dandanan dan gerakannya yang kelewat dewasa, toh acara ini tetap jadi idolanya anak-anak. Ponakan saya yang masih kelas 2 SD pun tak mau absen menyaksikan tayangan ini.


Terlepas dari efek negatif yang dikhawatirkan sebagian orang tua seperti yang baru disebutkan tadi, acara ini cukup bernilai positif. Dilihat dari persaingan dan usaha keras pesertanya, acara ini mengajarkan bahwa keberhasilan memerlukan keberanian dan perjuangan. Disamping itu, anak-anak juga diajarkan untuk bisa menerima kenyataan, bahwa bila dia tak bisa tampil sebaik saingannya dia harus rela menerima kenyataan paling pahit, tidak naik kelas atau tereliminasi.

Sekedar masukan bagi RCTI, sebaiknya memang pemandu acara atau juri menyeleksi lagu dan pakaian peserta agar sesuai dengan usia mereka. Saya rasa membatasi hanya lagu anak-anak tak akan mengurangi peminat acara ini, malah mungkin tambah banyak. Suskses bagi RCTI! Kita dukung acara yang mempunyai nilai pendidikan bagi anak-anak.
Baca lengkap......

Monday, November 03, 2008

Laskar Pelangi VS Ayat-ayat Cinta




Hampir satu jam saya ngantri di loket bioskop demi menghapus rasa penasaran pada kehebatan "Laskar Pelangi" yang katanya dalam waktu hanya 2 pekan bisa mencapai 1.5 juta penonton. Tak heran, sudah sebulan masa pemutaran pun saya masih kesulitan mendapatkan tiket. Setelah sejam ngantri ternyata tiket untuk show yang sekarang sudah habis. "Adanya untuk show jam 7 nanti pak" kata si penjaga tiket tersenyum. "Wah... berarti masih 3 jam lagi donk", gerutuku. Saking penasarannya aku rela beli tiket dan nunggu 3 jam lagi, ngak apa deh bisa nunggu di Gramedia sambil liat-liat buku.
Di Gramedia buku Laskar Pelangi pun ternyata lagi diskon besar. Disediakan satu rak khusus buku LP. Buku yang sudah laris manis ini nampaknya bakal tambah laris lagi setelah dirilis filmnya. Tapi saya tak inginmembeli buku ini,bukan karena tidak suka,tapi karena sudah ada yang menghadiahkan buku ini bersama tetralogi LP lainnya. Di rak-rak lainnya masih nampak buku Ayat-Ayat Cinta yang juga pernah laris dan juga sudah diangkat ke layar lebar. Setelah AAC, menjamurlah buku-buku lain yang senada. Rata-rata ditulis oleh penulis tamatan timur tengah dengan cerita cinta Islami yang berlatar timur tengah. Hanya penerbit Mizan yang tampaknya lebih condong pada latar Asia Selatan. Seperti kisah-kisah seputar Taj Mahal.

Film AAC dan LP mempunyai kesamaan dalam beberapa hal antar lain:
1. Sama-sama bernuansa Islami. AAC menampilkan kisah cinta yang Islami dan LP, walaupun bukan kisah cinta namun sangat kental nuansa Islamnya karena menceritakan perjalanan siswa-siswa di sekolah Islam, SD Muhammadiyah.
2. Sama-sama menarik banyak penonton. Yang menarik, penontonnya bukan hanya orang Islam, tapi pemeluk agama lain juga tertarik dengan film ini.
3. Sama-sama film yang diangkat dari buku yang laris manis.

Kalau LP diproduseri oleh Mira Lesmana yang adalah orang Islam, AAC produsernya adalah Manoj Punjabi. Yang membuat keduafilm ini juga menarik minat non-Muslim mungkin karena sama-sama menonjolkan kebenaran universal. Yang jelas, keduanya adalah film yang sukses dan bermutu. Ehem... perfileman Indonesia mulai bangkit. Ayo donk insan film, kita tunggu nih film-film berkualitas lainnya.
Baca lengkap......

Wednesday, August 27, 2008

Jangan latah menjelek-jelekkan orang

Anda pernah terlibat konflik dengan orang lain? Tentunya pernah. Konflik bisa diselesaikan dengan rembug, duduk bersama membicarakan permasalahan dengan terbuka dan mencari jalan tengahnya. Banyak konflik yang berakhir dengan win-win solusion setelah dibicarakan bersama, tapi ada pula yang tak berujung dengan damai. Rembug, diskusi, musyawarah, sharing atau apalah namanya, membutuhkan kesabaran, perasaan, keterbukaan, keinginan untuk menyelesaikan masalah dan mengenyampingkan egoisme.

Jalan tengah tak kan dapat dicapai apabila masing-masing pihak tetap bertahan pada pendapatnya sendiri. Yang paling berperan di sini adalah emosi. Semakin pintar anda mengontrol emosi, semakin tinggi martabat anda dan semakin besar kemungkinan solusinya tercapai. Sebaliknya, kalau saling lepas kontrol emosi dan tidak mau beranjak sedikitpun dari pendapat pertama alias mempertahankan egonya, sudah pasti hasilnya membentur jalan buntu.

Situasi yang lebih parah adalah apabila anda terlibat konflik dengan seseorang namun tidak pernah punya kesempatan untuk duduk bersama membicarakan jalan keluarnya agar konfllik tidak berkepanjangan. Yang terjadi justru saling menceritakan kejelekkan pada orang lain agar terpengaruh dan sama-sama membenci orang tersebut. Lama kelamaan tanpa disadari, perjalanan waktu telah menjadikannya rival permanen anda. Jadilah anda dan rival anda tadi musuh sejati bagaikan Tommy dan Jerry. Kemanapun anda pergi, anda dengan sukarela meng-iklan-kan kejelekan rival anda tadi dan begitu pula sebaliknya, rival anda akan gencar mempromosikan kejelekan dan kelemahan anda.

Apabila situasi di atas benar-benar terjadi pada anda, maka sebaiknya mulai sekarang anda berhenti melakukan tindakan bodoh tersebut! Berhentilah menceritakan kejelekan rival anda, walaupun dia masih tetap setia menjadi bintang iklan yang mempromosikan kejelekan anda. Anda tidak perlu khawatir karena orang tidak serta merta jadi jelek hanya karena dijelek-jelekkan orang lain. Bagaimanapun kita menceritakan sesuatu pada orang lain, pendengarnya tak kan menelan mentah-menath semua informasi yang kita sampaikan. Orang juga memiliki kebebasan untuk menilai, (minimal untuk keperluan dirinya sendiri) siapa yang bercerita dan siapa yang diceritakan.

Justru ketika anda mengada-ada atau mengarang secara hiperbola, anda akan mendapat nilai negatif dari pendengarnya, apalagi kalau si pendengar sampai tahu hal yang sebenarnya terjadi. Semakin gencar anda menceritakan ke orang lain semakin tenar anda sebagai orang yang mempunyai nilai negatif, sehingga cap sebagai tukang gosip pun nempel di jidat.

Sudah jamak adanya, bila ada dua pihak yang bersengketa, maka yang paling banyak menjelek-jelekkan lawannya sebetulnya adalah yang paling bermasalah. Maka bila kita bertemu seseorang yang kemudian menjelek-jelekkan orang lain kita bisa ambil kesimpulan pertama bahwa dialah sebenarnya yang tidak beres. Kalau tidak percaya silahkan adakan pengamatan atau studi lapangan, saya garansi, apa yang saya katakan benar adanya... ehem.
Baca lengkap......

Tuesday, August 19, 2008

Mengajarlah di luar negeri

Sebagai seorang guru di sekolah swasta, tentu dibutuhkan kinerja maksimal dan evaluasi terus menerus oleh pihak yayasan. Itu sudah biasa, di sekolah manapun anda bekerja anda memang selalu dituntut kerja maksimal. Masalahnya adalah ketika anda sudah bekerja maksimal tapi penghargaan yang diberikan pihak yang merekrut anda tidak sesuai dengan kerja keras anda. Seorang guru yang credible dan mempunyai integritas tinggi hal tersebut bukanlah alasan untuk menyerah dan mengorbankan pendidikan murid-muridnya. Tapi sesabar apa pun, guru juga manusia yang punya tanggungjawab tidak hanya di sekolah tapi juga di rumah untuk mensejahterakan anggota keluarganya. Sehingga wajar saja guru yang credible dan punya integritas tinggi tadi goyah juga dan mencoba berpaling pada sumber pencarian yang lebih menjanjikan, atau "nyambi" di sektor lain di luar pendidikan.

Bagi anda yang bisa berbahasa asing, sebetulnya tidak perlu terlalu khawatir karena kemampuan anda itu mempunyai nilai tambah yang bisa diandalkan. Anda bisa tetap hanya mengajar tanpa harus "nyambi" dan mendapatkan penghasilan yang cukup. Coba lah untuk melamar menjadi guru di negara lain. Kesempatan ini selalu terbuka bagi anda dan tak perlu merasa bersalah atau takut dipertanyakan nasionalismenya. Negara-negara berkembang semisal India dan Pakistan banyak bekerja di luar negaranya dan itu sama sekali bukan berarti tidak cinta negaranya, justru dengan begitu negara mereka sangat diuntungkan. Daripada mengekspor TKI yang kurang terampil dan akhirnya hanya jadi bulan-bulanan bangsa lain, mengajar di sekolah-sekolah luar negeri lebih bermartabat.

Mungkin masalahnya hanya kurangnya informasi dan percaya diri. "PeDe" memang menjadi masalah besar bangsa kita. Mungkin impact dari penjajahan yang lebih dari setengah abad. Tapi itu tak bisa dibiarkan terus menerus. Bangsa-bangsa lain yang sebetulnya kemampuannya masih setara dengan kita berani mengajar keluar negeri, kenapa kita tidak?. Padahal banyak negara-negara di Afrika dan Timur Tengah yang butuh tenaga pendidik dari Indonesia. Hanya saja infromasi itu mungkin tidak sampai ke anda.

Saya pernah coba mendaftar di Seriousteachers.com untuk mencari sekolah-sekolah yang membutuhkan guru yang sesuai dengan bidang saya. Ternyata cukup banyak sekolah-sekolah elit di luar sana yang membutuhkan. Setiap bulan ada saja email dari situs tersebut yang masuk memberikan informasi tentang sekolah-sekolah yang membutuhkan guru sesuai dengan bidang yang saya pilih. Saya juga bisa menentukan negara yang saya tuju, sehingga informasi kebutuhan guru tadi juga sesuai dengan negara tujuan saya. Sayangnya sampai saat ini masih ada program saya yang belum selesai di dalam negeri, kalau tidak tentu saya sudah terbang ke sana.

Lalu anda yang masih muda dan punya kemampuan kenapa tidak mencobanya? Itung-itung nambah devisa negara, sambil menangguk dollar dan mengabdi untuk masyarakat dunia, anda juga bisa promosikan keelokan budaya bangsa anda yang tercinta ini.
Baca lengkap......

Wednesday, August 13, 2008

Kekerasan dan peran pendidikan

Kita sudah jengah dengan berita-berita di media tentang kekerasan yang terjadi di seantero nusantara. Pelakunya bukan hanya seorang kriminal atau psikopat seperti Fery Henyansyah atau dukun AS tapi juga pelajar, mahasiswa dan masyarakat berpendidikan. Sebut saja beberapa kasus, seperti geng Nero, yang pelakunya adalah pelajar SLTA atau kasus bentrok Mahasiswa Cahaya dengan masyarakat yang terjadi di Jakarta belum lama ini dan sederet kasus tawuran pelajar atau mahasiswa yang terjadi selama ini. Anehnya lagi semua ini terjadi di negara yang terkenal dengan keramahan dan lemah-lembutnya, yang semua rakyatnya sepakat mempunyai budaya timur yang jauh dari kekerasan. Setidaknya itulah yang selalu ditanamkan di benak kita sejak masih duduk di bangku SD, walaupun sebenarnya sejak dulu sebagian kita sudah meragukannya.

Karena budaya amat erat hubungannya dengan pendidikan dan lebih-lebih lagi peran pendidikan dalam membentuk karakter masyarakat tak terbantahkan (daerah yang persentase literacynya lebih tinggi, lebih sedikit ditemukan kasus kekerasan dibanding yang literacynya rendah), kita jadi bertanya-tanya ada apa dengan sistem pendidikan kita?. Apakah kasus-kasus kekerasan yang disebut di atas menandakan bahwa kita telah gagal mendidik bangsa?

Kekerasan yang merupakan sikap anti-sosial sangat identik dengan kriminal, walaupun tidak semua kekerasan bisa dikategorikan crime. Tindakan kriminal adalah bentuk sikap anti-sosial yang melanggar sentimen publik dan dilarang oleh hukum. Jadi kriminal adalah aktivitas anti-sosial dan aktivitas melawan hukum secara bersamaan. Kendatipun tidak semua aktifitas anti-sosial bisa diproses secara hukum, tapi tentu saja tak luput dari kecaman masyarakat umum.
Sebagaimana klasifikasi pelaku kriminal, pelaku kekerasan juga bisa kita klasifikasikan ke dalam 2 kelompok besar.
Yang pertama adalah kelompok pelaku kekerasan yang sudah berbakat sejak kecil. Pelakunya melakukan kekerasan tanpa objective atau kondisi tertentu. Hukuman baik legal maupun sosial tidak akan menjadikannya jera untuk tidak mengulangi tindakan kekerasannya lagi. Kebanyakan pelakunya berasal dari keluarga yang profesinya berhubungan dengan kekerasan seperti preman dan mafia atau yang sejenisnya. Sementara kelompok kedua adalah pelaku kekerasan yang didorong oleh sebab-sebab tertentu. Orang ini tidak mewarisi sifat keras dari keluarganya tapi seiring dengan berjalannya waktu kehidupannya menghadapi keadaan yang memaksanya untuk cenderung pada kekerasan. Sehingga dia menjadi orang yang kadang-kadang lembut tapi juga sampai hati untuk bertindak tidak manusiawi. Orang yang berada dibawah pengaruh minuman keras dan obat-obatan terlarang temasuk dalam kategori ini.

Baik kelompok pertama maupun kedua sebenarnya sama-sama punya peluang untuk terhindar dari kecenderungan terhadap berperilaku keras. Dalam tatanan kehidupan kita mengenal social control sebagai sistem yang menjaga sikap individu agar tetap sesuai dengan nilai umum yang disepakati dalam masyarakat. Sayangnya belakangan ini social control itu tidak berfungsi sebagaimana harusnya.

Hayes, seorang ilmuwan sosial, membagi social control pada dua bagian. Yang pertama adalah control by sanction, yaitu dengan memberi sanksi pada orang yang melanggar hukum. Ini tentunya berkaitan dengan kinerja polisi dan pengadilan, lembaga yang bertanggungjawab dengan penyelenggaraan hukum. Yang kedua adalah control by socialization and education, yaitu sosialisasi norma dan nilai melalui pendidikan. Ini tentunya bukan hanya tanggungjawab guru atau sekolah saja walaupun porsinya lebih besar, tapi juga tanggungjawab orang-tua, tokoh masyarakat, da'i ataupun agamawan. Mereka ini, menurut Karl Maunhelm adalah grup yang memberikan direct control, sementara indirect controlnya adalah tradisi, opini, adat dan lain-lain.

Pendidikan sebagai agen penting sosial control, disamping agama, keluarga dan hukum layak kita pertanyakan hasilnya selama ini. Pendidikan adalah proses yang membentuk sikap dan menentukan perilaku, baik pada anak-anak maupun dewasa. Setiap pengaruh yang perlahan membentuk fikiran, perasaan dan perbuatan termasuk dalam pendidikan. Dalam pengertian yang lebih luas, sekolah sebagai institusi pendidikan melayani fungsi mengarahkan anak dan remaja kepada cara hidup bermasyarakat. Dengan menanamkan nilai-nilai dasar, konsep dan kebiasaan, pendidikan memberikan efek yang sangat besar terhadap anak dan remaja. Dengan begitu, sekolah selayaknya melaksanakan fungsi social control yang sangat luas dan efektif dibanding institusi lain.

Sayangnya carut marut wajah pendidikan kita diperburuk oleh kinerja guru dan persaingan sekolah yang orientasi bisnisnya sangat kental terasa. Atas permintaan pasar, porsi pendidikan nilai sudah dikurangi digantikan dengan pelajaran lain yang lebih menarik minat orang-tua. Sekolah, kalau ingin "laku", dituntut untuk dapat membuat peserta didiknya senang tanpa harus memikirkan apakah itu baik untuk anak didik atau sebaliknya, membodohkan kecerdasan emosinya. Anak-anak dimanja dengan fasilitas yang serba "wah" dengan harapan mereka bisa nyaman belajar tapi nyatanya justru mendidik anak untuk tidak mandiri dan tidak terampil menghadapi kesulitan yang pada gilirannya menciptakan anak-anak yang mudah menyerah dan malas. Menjamurnya sekolah-sekolah yang bertaraf internasional yang lebih pantas disebut sekolah bertarif internasional adalah bukti dari persaingan bisnis pendidikan. Semakin tinggi biaya yang dikenakan oleh sekolah malah semakin banyak peminatnya.

Membudayanya sekolah-sekolah yang lebih mementingkan segi bisnis seperti ini tentu saja diragukan untuk menjalankan fungsinya sebagai social control. Jangan heran kalau suatu masa nanti anak-anak kita akan tersenyum simpul ketika gurunya mengatakan bahwa Indonesia terkenal dengan sopan-santun dan keramah-tamahan.
Baca lengkap......

Monday, July 28, 2008

Membaca itu mudah

Bagi banyak orang, membaca adalah kegiatan berat. Sering kali kita kembali ke atas dan mengulangi apa yang sudah dibaca, terkadang sampai tiga atau empat kali. Atau terhenti pada satu kata karena pikiran kita sedang mengembara ke mana-mana. Jangan biarkan ini terjadi karena akan menyita waktu.

Kegiatan memmbaca sehari-hari biasanya terdiri dari pengamatan atas kata-kata yang dicetak secara mencolok, pemahaman, pemilihan dan penyimpanan informasi. Langkah awal yang harus ditempuh adalah mendorong keterampilan membaca untuk mengejar kemampuan mental dengan cara menyingkirkan mitos-mitos yang kita percayai tentang membaca. Singkirkan mitos “membaca itu sulit”, “anda tidak boleh menggunakan jari waktu membaca”, ‘membaca harus dilakukan dengan mengeja perkata” atau “anda harus membaca perlahan supaya dapat memahami isinya”.

Menggantikan mitos-mitos kuno dengan gagasan-gagasan baru merupakan langkah berikutnya dalam menciptakan keterampilan baru dalam membaca. Katakan pada diri anda sendiri bahwa membaca itu mudah, tidak ada salahnya membaca dengan menggunakan jari sebagai petunjuk, anda dapat membaca banyak kata secara sekaligus, anda juga dapat membaca dengan cepat dengan tetap memahami isi bacaan.

Keadaan mental dan fisik anda juga merupakan hal penting yang menentukan untuk jadi pembaca yang baik. Luangkan waktu beberapa saat sebelum membaca untuk menyesuaikan keadaan mental dan fisik anda. Ini dapat menggandakan kecepatan membaca anda secara langsung. Ini adalah kiat pertama yang disebut”mempersiapkan diri”. Kedua, “meminimalkan gangguan”. Carilah tempat yang tenang dan damai untuk membaca. Tidak mesti tempat yang sepi, karena sebagian orang juga bias membaca ditengah keramaian. Dengarkan musik slow jika itu membantu anda dan biar kan otak kiri anda memusatkan perhatian pada bacaan. Ketiga, “dudklah dengan sikap benar”. Duduk tegak dengan posisi normal juga menjaga kesehatan tulang punggung anda dan syaraf-syaraf yang ada di sekililingnya. Keempat, “ luangkan waktu beberapa saat untuk menenangkan pikiran anda”. Istirahatkan mata anda dengan menutupnya beberapa saat. Tarik nafas panjang dan biarkan diri anda rileks sambil membayangkan tempat yang nyaman. Ketika anda membuka mata, sadarilah betapa nyamannya anda. Menggunakan jari atau penunjuk lainnya adalah satu kiat tambahan untuk menghindari terulangnya mebaca kaliamat-kalimat yang sama.Pandangan mata anda akan mengikuti gerakan penunjuk secara alami. Bertahanlah unutk tidak berhenti atau mengulang bacaan. Kiat berikutnya, “melihat sekilas lebih dahulu bacaan anda. Periksalah daftar isi, judul bab, huruf yang dicetak tebal atau dicetak miring, grafik dan gambar. Anda akan mendapatkan gambaran sekilas tentang isi bacaan sehingga memudahkan anda untuk membaca.
Baca lengkap......

Friday, July 25, 2008

Kepekaan terhadap orang susah

Hujan meghentikan niat saya untuk melanjutkan perjalanan siang itu. Saya akhirnya memutuskan untuk memarkirkan kendaraan dan berteduh di emperan jalan depan warung mie rebus. Kebetulan warungnya tidak ada pengunjung, saya duduk di salah satu bangkunya sambil "menikmati" pemandangan orang-orang yang kesusahan diguyur hujan lebat. Dua sejoli yang tetap ngebutditengah lebatnya hujan, pedagang kaki lima dan pedagang lainnya yang senasib terpaksa nongkrong bareng karena lapak mereka diguyur hujan. Sejenak saya tertawa dalam hati menyaksiskan pemandangan ini, seperti ada hiburan tersendiri melihat fenomena orang yang sedang kesusahan itu. Tanpa saya sadari sebenarnya saya sedang menertawakan nasib orang-orang yang sedang ditimpa kesusahan. Saya kemudian membayangkan sedihnya keluarga para pedagang tadi seandainya mereka terpaksa pulang dengan tangan hampa, hanya membawa pulang badan yang basah kuyup yang bisa saja mengakibatkan mereka terserang flu dan tidak jualan lagi besoknya.Saya kemudian teringat istri saya yang sedang hamil muda diguyur hujan dalam perjalan pulang kerja. Ah.. tak seharusnya saya tertawa melihat orang susah.

Bu Tuti pemilik Warung mie rebus menghampiriku dan duduk tepat didepanku. Terjadilah obrolan kecil tentang pengalaman hidupnya. Agar nyaman ngobrolnya, saya pesan sepiring mie rebus, jadi tidak terkesan saya cuma numpang berteduh. Sambil menyantap mie rebus saya mendengarkan celoteh bu Tuti yang menurut pengakuannya termasuk orang susah, namun tetap bersyukur. Suaminya seorang supir angutan kota yang mpot-mpotan membiayai anak-anaknya yang masih sekolah, sehingga bu Tuti terpaksa buka warung mie rebus untuk membantu menyokong ekonomi keluarga, walaupun tidak begitu laku karena kalah saing dengan warung-warung lain yang lebih lengkap dan nyaman. Ada satu hal yang menarik dari kisah-kisah bu Tuti. Setiap ditimpa kesulitan, seperti ketika anaknya harus dioperasi, ada seorang dermawan kaya yang selalu membantunya, termasuk memberikan mobil angutan kota yang sekarang jadi sarana utama penopang hidup keluarganya.

"Bapak itu sangat perhatian sama orang-orang susah", tuturnya. "Setiap hari Raya saya dikasih THR, padahal saya gak ada kerja sama beliau. Waktu anak saya harus operasi tumor di kepalanya beliau nyumbang 3,5 juta. Waktu anak-anak saya masuk sekolah beliau belikan baju seragam dan buku sekolah plus uang sejuta". Saya langsung berfikir negatif, "Ah..mungkin ada apa-apa dibalik itu". Tapi bu Tuti berusaha meyakinkan saya bahwa si bapak yang kawa itu memang bentul-betul dermawan. "Beliau prihatin sama orang susah karena beliau dulunya juga susah", ujarnya.

Acap kali kita dapatkan orang yang dulunya susah tapi kemudian bisa sukses dan kaya raya berkat kegigihan dan kerja kerasnya, salah satunya adalah Bapak Syamsul Arifin, gubernur Sumut sekarang. Seorang penjual kue kemudian jadi pengusaha, bupati dan akhirnya gubernur dan dikenal sangat dermawan. Tapi tidak semua orang sukses punya perhatian khusus terhadap orang-orang susah.Biasanya orang sukses yang dulunya pernah susah kalau tidak menjadi orang yang sangat dermawan, akan menjadi orang yang sangat pelit, kikir bin medit.

Kedua golongan itu punya alasan sendiri kenapa mereka punya sikap yang berbeda. Golongan pertama, ketika melihat orang susah akan mengatakan,"Wah kasihan sekali orang ini, dulu waktu aku susah juga merasakan hal yang sama seperti dia, sangat membutuhkan bantuan orang lain". Maka dengan serta merta dia akan ulurkan tangan untuk membantu. Sementara golongan kedua akan mengatakan,"Alah... baru segitu, aku dulu lebih susah dari dia tapi ngak lantas cengeng, minta-minta. Harusnya dia kerja keras dong kayak aku".

Kita respek dan angkat topi bagi orang-orang yang masuk golongan pertama, karena dia sadar, apa yang dimilikinya sekarang tak terlepas dari belas kasihan Tuhan. Saya yakin dia diberi kemudahan dalam hidupnya oleh Tuhan karena dia juga selalu memberi kemudahan pada sesama.

Orang-orang susah sering tertanya-tanya tentang golongan kedua,"Orang pelit dan nggak punya hati seperti dia kok justru diberi Tuhan kekayaan ya?". Jawabnya sudah jelas bahwa kemudahan, kesusahan, kekayaan dan kemiskinan adalah alat uji bagi Tuhan. Bukan karena Tuhan membutuhkan alat uji, tapi lebih untuk menajdi bukti bagi manusia. Tuhan bisa saja menguji hambanya dengan kemudahan pada satu saat dan dengan kesusahan pada saat lain. Kemudian memberikan balasan yang setimpal sesuai dengan hasil ujiannya. Bentuk balasannya pun ada 2 macam. Ada yang dibalas langsung di dunia ada juga yang diundur sampai hari pembalasan.

Orang kaya yang sombong kemudian ditimpa kemiskinan adalah orang yang mendapat balasan langsung di dunia untuk mengingatkannya agar tidak sombong. Itu berarti Tuhan masih sayang padanya. Namun ada juga orang kaya yang sombong tetap diberi kekayaan bahkan ditambah kekayaannya sehingga ia tambah sombong dan akhirnya mati dalam kesombongan. Maka balasannya sudah pasti di akhirat.

Terlepas dari seluruh usaha dan kerja keras, tangan Tuhan tetap punya peranan. Sehingga tidak pantas seseorang menyombongkan diri bahwa apa yang diperolehnya kini adalah murni hasil usaha dan kerja kerasnya.

Kebalikan dari kesombongan adalah kelembutan hati. Memang benar kelembutan hati adalah hal yang mahal dan tidak semua orang memilikinya. Terkadang orang tidak sadar bahwa hatinya ternyata sekeras batu. Untuk memperoleh kelembutan hati dibutuhkan kepekaan sosial. Kepekaan itu bisa muncul karena sebuah pengalaman yang menyentuh atau bisa juga diasah dengan cara antara lain, mendalami kehidupan orang-orang susah. Tanpa bermaksud negatif anda mungkin pernah tertawa melihat orang yang jatuh terjerembap atau menertawakan orang yang mondar-mandir celingukan mencari benda miliknya yang tercecer. Kecenderungan menertawakan orang yang kesusahan, bukan malah menolongnya, walaupun terlihat sepele tapi cukup membuktikan bahwa anda kurang peka terhadap kesusahan orang lain. Cara yang paling tokcer adalah meletakkan diri anda pada posisi orang-orang yang kesusahan itu, persis seperti tadi ketika saya duduk berteduh menyaksikan orang-orang yang basah kuyup dan membayangkan kalau hal itu terjadi pada saya atau keluarga saya.
Baca lengkap......

Sunday, February 03, 2008

Belajar sambil bermain, positif atau negatif?

"Pak hari ini gak usah belajar ya!", kalimat ini dan yang senada denganya sering dilontarkan anak-anak didikku di sekolah. Mereka cenderung malas untuk belajar , sebaliknya menginginkan "games" ketimbang belajar serius. Bagi mereka belajar tak lebih adalah sebuah penyiksaan dan pemaksaan kehendak untuk menghentikan mereka bermain dan terus bermain. Aku teringat dengan dialog seorang pemakalah (Doktor) - dalam sebuah seminar tentang pendidikan - dengan salah seorang peserta seminar.
"Apa saja yang kamu perintahkan pada anak muridmu?"
"kami menyuruh mereka belajar, membaca buku, membuat PR dll"
"Apa mereka melakukannya?"
"Lebih banyak yang tidak melakukannya, selebihnya melakukannya dengan terpaksa"
"Ah.. kalian hanya bisa menyiksa murid-murid dengan menyuruh mereka untuk melakukan hal-hal yang mereka tidak senangi "

Kata-kata si pemakalah mengandung kebenaran walaupun kedengarannya ganjil. Mungkin yang dia maksudkan adalah bagaimana guru seharusnya mengajak anak muridnya belajar tanpa si anak merasa sedang belajar melainkan merasa sedang melakukan hal-hal yang menyenangkan. Atau dalam ungkapan lain, lakukanlah pembelajaran sambil bermain sehingga anak tidak bosan, malah menyenanginya.
Bermain bukan hanya sekadar memberikan kesenangan, tapi juga bermanfaat besar. Lewat kegiatan bermain yang positif, anak bisa menggunakan otot tubuhnya, menstimulasi penginderaannya, menjelajahi dunia sekitarnya. Permainan merupakan sarana yang pas untuk mengembangkan keterampilan anak karena banyak permainan bisa menstimulasi kecerdasan-kecerdasan yang anak miliki, dimana anak bisa mengeksplorasi bakat dan keterampilan sambil bermain penuh keceriaan. Benarkah demikian?

Untuk tujuan jangka pendek hal-hal di atas laik digunakan. Tapi kalau kita lebih jeli, sebenarnya tindakan kita justru berlawanan dengan pendidikan itu sendiri. Tanpa sadar kita sudah menanamkan pada anak untuk tidak menyukai belajar dan hanya bermain. Maka tak heran kalau sekarang anda memasuki kelas SMP untuk mengajar disambut dengan kata-kata "Pak, gak usah belajar ya, main game aja!", sementara lebih banyak pelajaran yang membutuhkan keseriusan dan akan makan waktu lama kalau dilakukan dengan bermain. Belum lagi kebanyakan anak hanya menikmati gamenya tanpa mau menyerap pelajarannya. Sehingga pada aplikasi yang real si anak tetap tidak bisa.
Lalu bagaimana segarusnya?

Untuk anak usia dini yang hanya cenderung bermain, teknik permainan memang mutlak dibutuhkan karena hidupnya memang untuk bermain. Tapi sejalan dengan bertambahnya usia, permainan harus dikurangi dan anak mulai dibiasakan dengan hal-hal yang lebih membutuhkan keseriusan. Sehingga pada tingkat SMP anak sudah terbiasa menyukai pelajaran bukan sekedar permainan. Kalaupun ada permainan, anak harus sadar bahwa dia sedang belajar, bukan sedang bermain.
Technorati Profile
Baca lengkap......

advertlets

PayPal

Sign up for PayPal and start accepting credit card payments instantly.