Hujan meghentikan niat saya untuk melanjutkan perjalanan siang itu. Saya akhirnya memutuskan untuk memarkirkan kendaraan dan berteduh di emperan jalan depan warung mie rebus. Kebetulan warungnya tidak ada pengunjung, saya duduk di salah satu bangkunya sambil "menikmati" pemandangan orang-orang yang kesusahan diguyur hujan lebat. Dua sejoli yang tetap ngebutditengah lebatnya hujan, pedagang kaki lima dan pedagang lainnya yang senasib terpaksa nongkrong bareng karena lapak mereka diguyur hujan. Sejenak saya tertawa dalam hati menyaksiskan pemandangan ini, seperti ada hiburan tersendiri melihat fenomena orang yang sedang kesusahan itu. Tanpa saya sadari sebenarnya saya sedang menertawakan nasib orang-orang yang sedang ditimpa kesusahan. Saya kemudian membayangkan sedihnya keluarga para pedagang tadi seandainya mereka terpaksa pulang dengan tangan hampa, hanya membawa pulang badan yang basah kuyup yang bisa saja mengakibatkan mereka terserang flu dan tidak jualan lagi besoknya.Saya kemudian teringat istri saya yang sedang hamil muda diguyur hujan dalam perjalan pulang kerja. Ah.. tak seharusnya saya tertawa melihat orang susah.
Bu Tuti pemilik Warung mie rebus menghampiriku dan duduk tepat didepanku. Terjadilah obrolan kecil tentang pengalaman hidupnya. Agar nyaman ngobrolnya, saya pesan sepiring mie rebus, jadi tidak terkesan saya cuma numpang berteduh. Sambil menyantap mie rebus saya mendengarkan celoteh bu Tuti yang menurut pengakuannya termasuk orang susah, namun tetap bersyukur. Suaminya seorang supir angutan kota yang mpot-mpotan membiayai anak-anaknya yang masih sekolah, sehingga bu Tuti terpaksa buka warung mie rebus untuk membantu menyokong ekonomi keluarga, walaupun tidak begitu laku karena kalah saing dengan warung-warung lain yang lebih lengkap dan nyaman. Ada satu hal yang menarik dari kisah-kisah bu Tuti. Setiap ditimpa kesulitan, seperti ketika anaknya harus dioperasi, ada seorang dermawan kaya yang selalu membantunya, termasuk memberikan mobil angutan kota yang sekarang jadi sarana utama penopang hidup keluarganya.
"Bapak itu sangat perhatian sama orang-orang susah", tuturnya. "Setiap hari Raya saya dikasih THR, padahal saya gak ada kerja sama beliau. Waktu anak saya harus operasi tumor di kepalanya beliau nyumbang 3,5 juta. Waktu anak-anak saya masuk sekolah beliau belikan baju seragam dan buku sekolah plus uang sejuta". Saya langsung berfikir negatif, "Ah..mungkin ada apa-apa dibalik itu". Tapi bu Tuti berusaha meyakinkan saya bahwa si bapak yang kawa itu memang bentul-betul dermawan. "Beliau prihatin sama orang susah karena beliau dulunya juga susah", ujarnya.
Acap kali kita dapatkan orang yang dulunya susah tapi kemudian bisa sukses dan kaya raya berkat kegigihan dan kerja kerasnya, salah satunya adalah Bapak Syamsul Arifin, gubernur Sumut sekarang. Seorang penjual kue kemudian jadi pengusaha, bupati dan akhirnya gubernur dan dikenal sangat dermawan. Tapi tidak semua orang sukses punya perhatian khusus terhadap orang-orang susah.Biasanya orang sukses yang dulunya pernah susah kalau tidak menjadi orang yang sangat dermawan, akan menjadi orang yang sangat pelit, kikir bin medit.
Kedua golongan itu punya alasan sendiri kenapa mereka punya sikap yang berbeda. Golongan pertama, ketika melihat orang susah akan mengatakan,"Wah kasihan sekali orang ini, dulu waktu aku susah juga merasakan hal yang sama seperti dia, sangat membutuhkan bantuan orang lain". Maka dengan serta merta dia akan ulurkan tangan untuk membantu. Sementara golongan kedua akan mengatakan,"Alah... baru segitu, aku dulu lebih susah dari dia tapi ngak lantas cengeng, minta-minta. Harusnya dia kerja keras dong kayak aku".
Kita respek dan angkat topi bagi orang-orang yang masuk golongan pertama, karena dia sadar, apa yang dimilikinya sekarang tak terlepas dari belas kasihan Tuhan. Saya yakin dia diberi kemudahan dalam hidupnya oleh Tuhan karena dia juga selalu memberi kemudahan pada sesama.
Orang-orang susah sering tertanya-tanya tentang golongan kedua,"Orang pelit dan nggak punya hati seperti dia kok justru diberi Tuhan kekayaan ya?". Jawabnya sudah jelas bahwa kemudahan, kesusahan, kekayaan dan kemiskinan adalah alat uji bagi Tuhan. Bukan karena Tuhan membutuhkan alat uji, tapi lebih untuk menajdi bukti bagi manusia. Tuhan bisa saja menguji hambanya dengan kemudahan pada satu saat dan dengan kesusahan pada saat lain. Kemudian memberikan balasan yang setimpal sesuai dengan hasil ujiannya. Bentuk balasannya pun ada 2 macam. Ada yang dibalas langsung di dunia ada juga yang diundur sampai hari pembalasan.
Orang kaya yang sombong kemudian ditimpa kemiskinan adalah orang yang mendapat balasan langsung di dunia untuk mengingatkannya agar tidak sombong. Itu berarti Tuhan masih sayang padanya. Namun ada juga orang kaya yang sombong tetap diberi kekayaan bahkan ditambah kekayaannya sehingga ia tambah sombong dan akhirnya mati dalam kesombongan. Maka balasannya sudah pasti di akhirat.
Terlepas dari seluruh usaha dan kerja keras, tangan Tuhan tetap punya peranan. Sehingga tidak pantas seseorang menyombongkan diri bahwa apa yang diperolehnya kini adalah murni hasil usaha dan kerja kerasnya.
Kebalikan dari kesombongan adalah kelembutan hati. Memang benar kelembutan hati adalah hal yang mahal dan tidak semua orang memilikinya. Terkadang orang tidak sadar bahwa hatinya ternyata sekeras batu. Untuk memperoleh kelembutan hati dibutuhkan kepekaan sosial. Kepekaan itu bisa muncul karena sebuah pengalaman yang menyentuh atau bisa juga diasah dengan cara antara lain, mendalami kehidupan orang-orang susah. Tanpa bermaksud negatif anda mungkin pernah tertawa melihat orang yang jatuh terjerembap atau menertawakan orang yang mondar-mandir celingukan mencari benda miliknya yang tercecer. Kecenderungan menertawakan orang yang kesusahan, bukan malah menolongnya, walaupun terlihat sepele tapi cukup membuktikan bahwa anda kurang peka terhadap kesusahan orang lain. Cara yang paling tokcer adalah meletakkan diri anda pada posisi orang-orang yang kesusahan itu, persis seperti tadi ketika saya duduk berteduh menyaksikan orang-orang yang basah kuyup dan membayangkan kalau hal itu terjadi pada saya atau keluarga saya.
Friday, July 25, 2008
Kepekaan terhadap orang susah
Labels:
orang kaya,
orang susah,
sombong
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
1 comment:
klo kita sendiri di posisi org susah gmn?
Post a Comment