Wednesday, December 17, 2008

Pukulan tidak identik dengan kekerasan

Video kekerasan seorang guru SMK 3 Gorontalo yang menampari muridnya beredar luas dan membuat heboh dunia pendidikan. Tindakan Awaluddin Korompot, guru Matematika tersebut mendapat kecaman dari berbagai pihak terutama masyarakat yang anaknya masih berstatus siswa di berbagai sekolah menengah.

Sebetulnya kejadian serupa sudah sering terjadi hanya saja tidak terekam dalam video seperti kasus Pak Awaluddin tadi. Berikut ini ada beberapa kutipan dari media massa menyangkut pemukulan terhadap peserta didik.

Rahman, siswa kelas 2, juga mengaku dipukuli oleh guru lainnya bernama Bahar. Gara-garanya, Rahman tidak menghapal salah satu bacaan salat.

Nur Haerah mengaku dirinya pernah dilempar buku, dipukuli bahkan ditendang oleh Kadir, salah seorang guru mata pelajaran Fiqih. Peristiwa itu dialami Nur hanya gara-gara diduga menghina guru tersebut dengan sebutan Doyok.

Perlakuan serupa juga sering dilakukan guru lainnya. "Pak Dedi juga sering memukul kami kalau menyuruh salat. Harusnya kan tidak memukul," ujar siswa yang enggan disebutkan namanya.

Gara-gara dianggap tidak bisa mengerjakan pekerjaan rumah, siswi SMP 282, Sri Pratiwi, digampar guru Bahasa Inggris.

Kutipan-kutipan dari kejadian nyata di atas menggambarkan bahwa memukul bertolak belakang dengan mendidik. Pukulan adalah tindak kekerasan yang harus dienyahkan dari dunia pendidikan, setidaknya itulah pandangan sebagian besar orang tua siswa peserta didik sementara ini. Yang menjadi pertanyaan adalah "apakah benar pukulan sama dengan kekerasan dan tidak boleh terjadi dalam proses pendidikan?".

Nampaknya cara pandang orang terhadap "pukulan" mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Orang dahulu berbeda dengan orang sekarang dalam memandang praktek pemukulan terhadap siswa didik. Anda mungkin pernah membaca buku klasik atau mendengar cerita lama tentang orang tua yang hendak menitipkan anaknya di sebuah surau kepada seorang tokoh agama untuk dididik dan diajar membaca Quran dan pelajaran agama. Calon anak didik diserahkan oleh orang tua kepada orang yang dipercayainya untuk mendidik anaknya tersebut berikut dengan rotan. Dalam ijab qabulnya orang tua anak kira-kira akan mengatakan, "Buya, anak saya tolong dididik. Ini rotannya, kalau dia nakal dipukul saja".

Cerita ini menunjukkan bahwa zaman dahulu, orang beranggapan bahwa pukulan adalah bagian yang tak terpisahkan dari pendidikan. Hal ini nampaknya sejalan dengan cara pandang Islam terhadap pemukulan dalam pendidikan. Sebuah hadits Nabi mengatakan, "Suruhlah anak-anak kamu shalat jika mereka berumur tujuh tahun. Dan pukullah mereka jika telah berumur sepuluh tahun (dan masih tidak melakukannya)".

Dalam pendidikan dikenal istilah penghargaan dan sanksi. Penghargaan diberikan pada anak didik yang berprestasi sedangkan sanksi diberikan pada anak yang melanggar dan berbuat kejahatan. Penghargaan gunanya untuk memotivasi anak didik agar mereka tetap melakukan kebaikan dan bergairah untuk berprestasi. Sebaliknya, sanksi diberikan kepada anak yang melakukan kejahatan dan melanggar disiplin dengan tujuan untuk memberikan efek jera agar tidak mengulangi kembali kejahatan yang sama. Sanksi bisa berupa hukuman fisik maupun non-fisik yang tentu saja tidak disukai oleh orang yang dikenakan sanksi. Di antara sanksi fisik adalah pelimpahan pekerjaan tertentu dan "pukulan mendidik". Pemukulan sudah mewarnai pendidikan sejak dari dahulu kala dan terbukti berhasil mencetak manusia-manusia unggul.

Pukulan sebagi sanksi sah sah saja diberlakukan asal sesuai dengan keadaan, waktu dan kesalahan yang dilakukan. Pukulan yang mendidik harus memenuhi syarat-syarat tertentu antara lain, dilakukan tidak dalam kondisi eksekutor sedang dikuasai amarah, tidak memakai benda-benda yang bisa menciderai, tidak di tempat-tempat yang membahayakan peserta didik seperti di bagian kepala, dada, alat vital,punggung, perut dan bagian tubuh yang sensitive terhadap pukulan, seperti kepala, wajah dan telinga. Biasanya pukulan diperbolehkan di telapak tangan, telapak kaki, betis dan pantat, dan kekuatan pukulan harus terukur yang tujuannya hanya untuk membuat jera bukan melukai apalagi membuat cacat.

Memukul dianjurkan agar ada perubahan ada diri peserta didik, perubahan yang secara lambat laun akan berubah dengan keikhlasan, ketulusan dalam berbuat. Meskipun pada awalnya mereka agak terpaksa dan meninggalkan sesuatu hanya karena takut dipukul, namun lambat laun akan berganti dengan sikap yang tulus dan ikhlas dalam menjalankan perintah dan meninggalkan larangan.

Selain itu pukulan mendidik anak untuk tidak manja, tahan deraan dan melatih kekuatan fisik. Orang Yunani kuno menetapkan pembentukan jiwa patriotik dan kekuatan fisik sebagai tujuan utama pendidikan, begitu juga Romawi kuno. Maka tak heran kalau mereka dididik dengan pukulan.

No comments:

advertlets

PayPal

Sign up for PayPal and start accepting credit card payments instantly.