Belajar dengan mendengar
Belajar dengan melihat
Belajar dengan berbuat
Belajar dengan merasakan
Belajar dengan berfikir
Kalimat-kalimat ini sering kita dengar saat membicarakan masalah tumbuh kembang anak dalam belajar. Bagaimana anak mengenal alam menjadi sebuah proses belajar?
Aktivitas yang dimulai dari dalam keluarga berkembang ke lingkungan masyarakat yang majemuk mampu membentuk cara berfikir anak dari tidak mengenal menjadi mengenal dan dari tidak tahu menjadi tahu. Namun, kecerdasan intelektual tidak dapat berperan tanpa adanya kecerdasan emosional. Inilah yang dikatakan belajar dengan perasaan.
Keterkaitan emosi sangat membantu mempercepat pembelajaran. Tanpa keterlibatan emosi, kegiatan saraf otak kurang dari yang dibutuhkan untuk merekatkan pelajaran dalam ingatan. Penelitian otak menunjukkan semakin adanya hubungan antara keterkaitan emosi, memori jangka panjang, dan belajar.
Sebuah ilustrasi, Rina (3 tahun) disuruh menjaga adiknya (6 bulan) oleh sang ibu. Awalnya Rina merasa senang karena ia mampu membuat adiknya tertawa. Dalam pikirannya, ia sudah pandai menjaga adik. Namun karena gemas, tanpa disadari, ia mencubit si adik dan akibatnya adik pun menangis. Melihat peristiwa itu, sang ibu memarahi Rina. Serang anak yang masih berumur 3 tahun menjadi ketakutan. Akibat menjaga adik, mendengar omelan ibu. Ia memandang bibir dan wajah ibunya yang menjadi seram seketika. Rupanya, perbuatannya menjaga adik tadi adalah sebuah kesalahan. Itulah yang muncul dalam pikirannya. Di balik peristiwa ini, memori jangka panjang bermain. Rina akan selalu mengingat ia dimarahi karena membuat adik tertawa saat menjaga adik. Bukan lagi apa yang diomelkan oleh ibunya.
Contoh lain, seorang ibu sedang memperhatikan anaknya yang masih duduk di kelas satu SD belajar mewarnai. Dengan imajinasinya, ia membubuhkan warna hitam pada gambar bunga matahari. Melihat ketidaklaziman warna bunga yang dibuat sang anak, ibu langsung berbicara dengan suara tinggi,"Lho, bunga kok hitam. Bunga matahari itu warnanya kuning. Bukan hitam. Ganti!" memang, bunga matahari tidak ada yang berwarna hitam kecuali bunga yang sudah busuk, tapi respon ibu terhadap imajinasi anak mengakibatkan pemikirannya terhambat. Padahal, jika dibiarkan anak berimajinasi, mungkin hasilnya akan lebih baik. Setelah selesai mewarnai, barulah sang ibu menjelaskan dengan lembut dan penuh sayang bahwa bunga matahari akan terlihat lebih cantik lagi jika berwarna kuning. Namun, akibat respon yang kurang baik tersebut emosi anak menjadi tidak stabil. Ia bisa saja tidak mau lagi mewarnai bahkan merasa kurang percaya diri karena takut apa yang dilakukannya salah. Disinilah pentingnya emosi atau perasan dalam belajar.
Wednesday, May 19, 2010
Peran Emosi Dalam Belajar
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment