Wednesday, April 03, 2013

Mahar Terbaik

“Nak Idris, nanti maharnya 30 Mayam ya. Uang hangusnya 40 juta, karena kita mau buat pesta adat yang besar, maklumlah jumlah undangan kan sangat banyak, saudara-saudara yang di sini, yang di kampung, belum lagi yang di Jakarta, akan kita undang semua. Relasi-relasi bapaknya si Maya, teman-teman kantornya kan juga harus diundang . Oh ya, siapkan juga uang “langkah” buat abangnya si Maya. Setelah kalian menikah, ibu mau kalian tinggal di sini aja dulu barang setahun dua tahun, daripada sewa rumah lebih baik rumah ini aja Nak Idris rehab supaya bisa ditinggali dengan nyaman”, cerocos calon mertua Bang Idris.

Sambil tersenyum hambar Bang Idris hanya mengangguk-angguk dengan tatapan kosong, tanda dia mengerti sekaligus bingung. Bingung memikirkan besarnya biaya yang harus dia siapkan untuk pernikahannya dengan Maya, gadis tambatan hatinya yang baru setahun bekerja di salah satu perusahaan (BUMN). Bermodalkan gelar Sarjana Hukum Islam, Maya telah mencoba melamar pekerjaan ke berbagai perusahaan namun selalu gagal. Setahun yang lalu, kegagalan demi kegagalan yang pernah dialaminya terobati dengan diterimanya ia di sebuah perusahaan BUMN yang cukup bergengsi. Kelulusannya dari test yang berat dan berlapis-lapis sampai diterima menjadi pegawai, tak lepas dari support dan jerih payah Bang Idris yang memberinya kiat-kiat sukses dan pelatihan cuma-cuma. Bang Idris sendiri tidak bisa mengikuti test tersebut karena masih terikat perjanjian dengan lembaga tempat dia mengajar sekarang.

Maya yang sekarang bukanlah Maya yang dulu. Dulu pengangguran sekarang pegawai bank. Dulu Bang Idris sangat PD mendekatinya, sekarang menjadi tak terjangkau. Sudah menjadi kebiasaan di kota tempat mereka tinggal, besar kecilnya mas kawin ditentukan oleh status pendidikan dan pekerjaan calon mempelai wanita. Semakin tinggi pendidikannya, semakin mahal maharnya. Semakin baik pekerjaannya, semakin tinggi nilainya. Tradisi ini seakan-akan menjadi kewajiban, yang kalau tidak ditunaikan dianggap menyalahi tradisi yang berkembang. Pihak calon mempelai wanita akan menanggung malu kalau mas kawinnya murah. Status pekerjaan Maya yang sekarang, membuat keluarganya memasang tarif tinggi ongkos pernikahan yang dibebankan pada calon mempelai pria. Tak pelak kepala Bang Idris jadi pusing tujuh keliling dibuatnya. Gajinya sebagai guru sekolah swasta tentu tak cukup untuk menutupi 30 Mayam emas, 40 juta uang hangus dan masih ada lagi uang “langkah”, uang rehab rumah plus uang “kasih sayang”. Bukannya Bang Idris tak bisa mengusahakannya, keluarga dan teman-temannya tentu rela meminjamkan uang mereka, mengingat Bang Idris adalah orang yang baik, jujur, dan suka menolong. Tapi, untuk apa menghabiskan biaya yang sangat besar untuk pernikahan sampai hutang sana sini, sementara kehidupan setelah menikah membutuhkan biaya yang tidak kecil. Akhirnya Bang Idris menangguhkan niatnya untuk menikah, “cewek matre… ke laut ajee”, ujarnya dalam hati.

Mahar atau mas kawin adalah pemberian wajib suami terhadap istri, yang membedakan pernikahan dengan perzinaan.  Allah telah berfirman dalam al-kitab, “Berikanlah mahar kepada wanita-wanita yang kalian nikahi sebagai pemberian dengan penuh kerelaan.” (Qs. an-Nisa’ : 4). Para ulama sepakat bahwa mahar bukanlah rukun ataupun syarat dari akad nikah. Tanpa penyebutan mahar dalam majlis maka akad nikah tetap sah dan berimplikasi hukum. Mahar adalah hak prerogative istri, dia berhak menentukan besarannya dan penuh menjadi kepemilikannya tanpa boleh seorangpun mencampuri atau atau punya hak atas kepemilikannya. Tidak ada ketentuan tentang jumlah maximal dan minimal sebuah mahar, asala kedua pihak sepakat atas sebuah jumlah, maka itulah yang harus dibayarkan oleh suami, hanya saja nabi menganjurkan untuk mempermudah mahar. Dalam riwayat Abu Dawud dari ‘Uqbah bin Amir, Rasulullah SAW bersabda: Sebaik-baik mahar adalah yang paling ringan. ‘Umar bin al-Khaththab menyatakan: Janganlah kalian berlebih-lebihan dalam menetapkan mahar para wanita, karena kalau mahar itu dianggap sebagai pemuliaan di dunia atau tanda takwa kepada Allah SWT, tentunya Rasulullah SAW lebih dahulu melakukannya daripada kalian. (HR. Abu Dawud). Ali R.A. pun menikahi Fatimah dengan mahar hanya sebuah baju besi. Dalam hadits Sahl bin Sa’d z, nabi bahkan mengatakan “carilah walau sebuah cincin besi” sebagai mahar, ketika tidak ada cincin besi pun mahar bisa berupa jasa, seperti mengajarkan al-Quran kepada istri.

1 comment:

Anonymous said...

Ah... kacian bang Idris. Ayo para calon mempelai wanita, jangan terlalu tinggi maharnya, sesusaikan dengan kemampuan calon suami donk..

advertlets

PayPal

Sign up for PayPal and start accepting credit card payments instantly.